Friday, October 09, 2009

Memaknai Doa makan

Sebagai muslim kita diperintahkan untuk memakan makanan yang halal dan baik.sesuai firman Allah : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.(QS: Al-Maidah:88). Halal memiliki 2 makna,halal dalam hal jenis makanannya dan halal dalam cara memperolehnya. sedangkan baik dapat berarti bergizi atau bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang haram (cara mendapatkan dan jenisnya) akan menjadi darah dan daging yang haram. Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan) haram maka Neraka lebih pantas baginya (HR. at-Tirmidzi ).Dalam hadist yang lain: beliau menyebutkan seorang laki-laki yang kusut warnanya seperti debu mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdo’a: ‘Ya Rabb, Ya Rabb,’ sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?!” (HR. Muslim)

Oleh karena itu sebagai muslim kita harus berhati- hati dalam urusan makanan.Sebelum kita makan kita disunnahkan membaca doa. Doanya sudah sangat ladzim kita dengar sebagai berikut :
“Allahuma baariklanaa fiimaa razaqtanaa wa qiinaa ‘adzaaba an-naari”. Artinya : ” Ya Allah, berkahilah atas apa-apa yang telah Engkau rizqikan kepada kami dan jauhkanlah kami dari siksa neraka”.
Membaca doa tersebut seharusnya menjadi harapan sekaligus warning sebelum makanan , jangan sampai makanan (dan sumber penghasilan untuk makan) yang kita makan menjadi daging dan darah yang haram dan mengantar kita keneraka.

Doa ini sangat tajam maknanya dan sangat relevan untuk kondisi hari ini.Dimana orang mengejar harta (alasannya cari makan) tanpa peduli lagi halal haram, apakah rezki itu membawa berkah atau tidak, apakah hartanya itu membawa kepada siksa neraka atau tidak. Bahkan tak sadar makanan untuk anak-anaknya yang tak berdosa pun dari jalan yang tidak halal.

Jika saja setiap muslim di negeri ini mencermati dan memaknai doa sebelum makan sehingga dia dapat menjaga makanan dan sumber untuk mendapatkan makanannya dari yang haram, tentu Komisi Pemberantasan Korupsi akan sedikit berkurang pekerjaannya atau rangking korupsi kita bisa berkurang.

Friday, October 02, 2009

Amal Jariah dan tanggung jawab sosial

Salah satu hadis Rasulullah SAW yang sangat akrab ditelinga kita berbunyi :
“Apabila meninggal anak cucu Adam (manusia), maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal saja, yaitu sedekah jariah, ilmu yang diambil manfaatnya oleh manusia, dan anak yang saleh yang berdoa untuknya “ ( HR.Ahmad ).

Dalam hadis yang lainBeliau bersabda, “Sesungguhnya amal saleh yang akan menyusul seorang mukmin setelah dia meninggal dunia kelak ialah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan, anak saleh yang dia tinggalkan, mushaf Al Quran yang dia wariskan, masjid yang dia bangun, rumah tempat singgah musafir yang dia dirikan, air sungai ( irigasi ) yang dia alirkan, dan sedekah yang dia keluarkan di kala sehat dan masih hidup. Semua ini akan menyusul dirinya ketika dia meninggal dunia kelak“ ( HR.Ibnu Majah dan Baihaqi ).

Dari hadist ini dapat dilihat betapa besar penghargaan Islam terhadap tanggung jawab social. Sebuah amal kebaikan yang bermanfaat bagi masyarakat dihargai dengan pahala yang tiada putus-putusnya meskipun pelakunya telah meninggal dunia. Ilmu pengetahuan , partisipasi dan tanggung jawab social dari masyarakat serta kulitas individu yang dibangun dari institusi keluarga seperti dalam hadist diatas adalah tiga kunci pokok dalam membangun peradaban . Hal ini sejalan dengan visi penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk membangun peradaban ( memakmurkan bumi).” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (QS2:30).

Salah satu krtik yang sering disampaikan untuk muslim Indonesia adalah belum terlihatnya korelasi antara kesalehan individu dengan tanggung jawab social. Hadist Rasulullah SAW yang pendek namun sarat makna dikutip Imam Suyuthi dalam bukunya Al-Jami’ush Shaghir. “Khairun naasi anfa’uhum linnaas.” (Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain ) masih belum tercermin dalam pola dan prilaku masyarakat yang secara ritual sangat religious. Ritual-ritual Islam sangat semarak dilakukan di negeri ini bahkan kadang berlebihan, misalnya menyambut idul fitri. Atau seseorang yang melakukan ibadah haji berkali-kali sementara masyarakat di sekitarnya sangat memprihatinkan.). Ibadah personal secara umum masih dianggap lebih penting dibandingkan ibadah social sehingga efek dari kesalehan individu belum mampu berkontribusi secara signifikan dalam mengangkat dan memajukan peradaban.

Amin Rais menulis sebuah buku yang berjudul tauhid social yang mengkritisi fenomena tersebut. Namun istilah Tauhid social ini menurut saya hanya populer di kalangan muslim terpelajar, tidak sampai menyentuh pada grass root ummat Islam. Istilah (term) Amal jariah sudah lebih popular bagi ummat islam. Jika saja “Gerakan Amal Jariah” diwujudkan sebagai sebuah gerakan nasional ummat islam di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab social ( kemiskinan, pendidikan, kesehatan) tentu akan sangat besar manfaatnya untuk menigkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang masih tertinggal.